Kondisi Mayarakat Arab sebelum Turun al-Qur’an
Arab
merupakan negeri yang terletak di semenanjung arab yang di kelilingi
tiga lautan, Laut Merah di sebelah barat, Samudera Hindia di sebelah
selatan, dan Teluk Persia di sebelah timur. Dengan kondisi geografis
yang berupa paadang pasir, masyarakat arab memilih beternak ataupun
berdagang sebagai mata pencaharian mereka. Walau begitu, ada juga yang
bercocok tanam seperti di daerah Yaman.
Bangsa
arab lebih memilih untuk hidup secara berkelompok (kabilah). Kondisi
tersebut seakan menjadi bumerang bagi mereka, karena pertikaian antar
kabilah sangat rentan terjadi demi melindungi teritorial masing-masing
kabilah. Diantara kabilah yang terkenal adalah Quraisy.
Kaum
Quraisy tinggal di tanah suci. Mereka menjadikan perdagangan sebagai
komoditi utama mereka dalam mencari penghidupan. Pada musim dingin
mereka berduyun-duyun ke Yaman sedangkan pada musim panas mereka memilih
Syam sebagai negeri tujuan untuk melakukan perdagangan.
Kaum
Quraisy hidup mapan dengan berdagang, sehingga kota Mekah menjadi salah
satu kota transit bagi mereka yang akan melakukan perjalanan baik ke
Yaman ataupun Syam. Dengan kondisi ekonomi yang terus menggeliat, kaum
Quraisy menjadi salah satu kabilah terpandang di kalangan bangsa arab,
selain tentunya mereka menghuni kota suci dengan Ka’bahnya.
Tradisi Bangsa Arab
Bangsa
Arab yang terkenal dengan kabilah-kabilahnya kaya akan tradisi. Selain
tradisi yang baik mereka pun terkenal dengan tradisi-tradisi yang sangat
buruk, diantaranya :
- Mengubur hidup-hidup anak perempuan : Dalam kepercayaan mereka anak perempuan adalah aib yang nyata. Melahirkan anak perempuan adalah sebuah malapetaka, untuk itu mereka kubur hidup-hidup apabila mereka melahirkan anak perempuan.
- Perjudian : Perjudian telah membumi di kalangan Bangsa Arab. Mereka sangat senang berfoya-foya. Selain perjudian, mereka juga senang mengundi nasib dengan menggunakan anak panah.
- Minum minuman keras : Minuman keras merupakan minuman wajib bagi mereka. Sebuah adat istiadat yang telah mengakar kuat di kalangan Bangsa Arab. Mereka menjadikan minuman keras sebagai simbol bagi bangsanya.
Proses Pengharaman Minuman Keras
Ketika
Islam turun di Negeri Arab, banyak tantangan yang harus dihadapi,
terutama permasalahan minuman keras yang telah menjadi budaya yang telah
mengakar di kalangan Bangsa Arab. Sebuah tantangan untuk menghilangkan
tradisi buruk tanpa menimbulkan gejolak sosial.
Proses pengharaman minuman keras melalui beberapa tahap, yaitu :
Tahap Pertama
Pembentukan Persepsi tentang Minuman Keras
219.
mereka bertanya kepadamu tentang khamar[segala yang memabukkan,
termasuk minuman keras] dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat
dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya
lebih besar dari manfaatnya”. dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: ” yang lebih dari keperluan.” Demikianlah
Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir. ( al-Baqarah ayat 219 )
Ayat
ini turun ketika Nabi Muhammad berada di Madinah. Beliau melihat
kondisi masyarakat dengan kebiasaan mengkomsumsi minuman keras, sebuah
fenomena dimana minuman keras menjadi unsur pokok dari materi
unsur-unsur kebudayaan mereka. Sehingga pada suatu saat ada yang
bertanya tentang hal tersebut. Maka, dijawablah dengan turunnya ayat
diatas.
Ayat
diatas merupakan sebuah sindiran halus bagi umat islam pada saat itu.
Sebuah tahap awal sekaligus strategi jitu dalam menyelesaikan
permasalahan minuman keras. Dalam tahap ini al-Qur’an memberikan
gambaran tentang minuman keras. Sebuah pandangan umum dimana tersebut
dalam ayat itu “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat”.
Al-Qur’an tidak menyebutkan pengharaman secara eksplisit pada ayat ini,
karena melihat kondisi umat islam (Bangsa Arab pada umumnya) belum siap
untuk menerima hal tersebut.
Meskipun telah disinggung adanya dosa besar dalam hal tersebut (minuman
keras), pada kenyataannya masih banyak umat islam pada saat itu yang
mengkonsumsinya, dengan alasan tidak adanya larangan untuk melakukan hal
tersebut. Bahkan mereka tidak segan untuk mengkonsumsinya ketika hendak
sholat.
Tahap Kedua - Sholat sebagai Mediator Argumentasi
Sebuah
hadist yang diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib, dia berkata : Abdur
Rohman bin Auf membuat makanan untuk kami, lalu dia mengundang kami dan
memberi minum kami dengan khamr (minuman keras). Lalu saya meminum
khamr. Kemudian tiba waktu shalat, dan mereka mengajukan si Fulan untuk
menjadi imam. Kemudian dia (sang imam) membaca, Qul yaa ayyuhal kaafiruun. Maa a’budu maa ta’buduun. Wa nahnu na’budubmaa ta’buduun.
Karena kejadian yang diceritakan dalam hadist diatas, turunlah ayat :
43.
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam Keadaan junub, terkecuali sekedar
berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam
musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh
perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pema’af lagi Maha Pengampun. ( an-Nisa ayat 43 )
Setelah
memberikan gambaran tentang minuman keras, al-Qur’an mulai lebih fokus
terhadap pengharaman hal tersebut. Langkah yang ditempuh selanjutnya
adalah dengan tidak memperbolehkan sholat dalam keadaan mabuk (dibawah
pengaruh minuman keras) dengan turun ayat “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk,………”. Sebuah lompatan besar dalam rangka penetapan hukum dengan menggandeng sebuah kewajiban yang harus dilakukan.
Sebuah celah yang dapat di manfaatkan dengan sangat baik. Dimana sholat adalah suatu kewajiban yang telah “membumi”
di kalangan umat Islam yang baru mulai menggeliat. Hal tersebut dapat
mempersempit ruang untuk mengkonsumsi minuman keras, dikarenakan
sempitnya jarak antara waktu sholat dimana tidak diperbolehkannya sholat
dalam kondisi mabuk.
Tahap Ketiga - Pengharaman Minuman Keras secara Eksplisit
90.
Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi,
(berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah[434], adalah
Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar
kamu mendapat keberuntungan. ( al-Maa’idah ayat 90 )
Setelah
tahap demi tahap dilakukan untuk mengharamkan minuman keras, kini
al-Qur’an benar-benar mengharamkan minuman keras dengan tegas dengan
turunnya ayat diatas. Sebuah hukum yang ditetapkan setelah melewati
beberapa tahap, sekaligus sebagai sebuah langkah untuk mengembalikan
potensi-potensi kemanusiaan secara utuh.
Dalam
sebuah hadist yang diriwayatkan dari Umar Ibnul Khathab R.A, dia
mengatakan : “Ya Allah jelaskanlah kepada kami dengan penjelasan yang
memuaskan mengenai khamr.”
Maka, turunlah ayat 219 dari surat al-Baqarah.
Kemudian
Umar dipanggil oleh Rasulullah SAW, lalu dibacakan ayat itu kepadanya
kemudian dia berdoa : “Ya Allah jelaskanlah kepada kami dengan
penjelasan yang memuaskan mengenai khamr.”
Maka, turunlah ayat 43 dari surat an-Nisa.
Kemudian
Umar dipanggil oleh Rasulullah SAW, lalu dibacakan ayat itu kepadanya
kemudian dia berdoa lagi : “Ya Allah jelaskanlah kepada kami dengan
penjelasan yang memuaskan mengenai khamr.”
Maka, turunlah ayat 91 dari surat al-Maa’idah.
Kemudian
Umar dipanggil oleh Rasulullah SAW, lalu dibacakan kepadanya ayat itu
kemudian dia berkata: “Kami berhenti, kami berhenti.”
Diriwayatkan oleh Ash-habus-Sunan
Dalam karyanya “Tafsir Fi Dzilalil Qur’an”, Sayyid Quthb mengatakan :
“Keharaman sesuatu itu baru terjadi setelah ada nash yang mengharamkannya, bukan sebelumnya.”
Tujuan
dari diciptakannya kehidupan ini adalah untuk terus tumbuh dan
berkembang. Sebuah kehidupan dalam rangka mewujudkan kebaikan dan
kemaslahatan, keseimbangan yang mutlak, dan keserasian yang sempurna
antara berbagai potensi kemanusiaan secara utuh.
Minuman
keras adalah suatu keniscayaan yang merusak fitrah manusia, sebuah
penghambat pertumbuhan dan perkembangan serta menyia-nyiakan potensi
kemanusiaan di muka bumi ini. Selain itu, hal tersebut telah merusak
ikatan fitrah manusia yaitu ikatan aqidah. Kebudayaan yang telah merusak
sendi-sendi kemanusiaan dengan segala kebobrokan moral yang
ditimbulkan.
Kearifan
dalam menentukan suatu hukum dengan tanpa mendiskreditkan aspek-aspek
sosial kebudayaan adalah bukti kemukjizatan al-Qur’an yang tak
terbantahkan. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam misi menghilangkan
kebudayaan jahiliyah membuat al-Qur’an mendapat tempat di hati kaum
muslim dengan totalitas sebuah kepasrahan yang merupakan nilai
substantif dari tujuan di turunkannya al-Qur’an ke muka bumi.
Tuhan lah yang Maha Benar
Sungguh aku telah meminum minuman keras dengan bejana kecil dan bejana besar.
Apabila aku mabuk, aku lah pemilik Istana Khauranaq dan Sadir.
Dan ketika aku sadar, maka aku hanya pemilik domba dan unta.
… Syair Jahiliyah – al-Minkhal al-Yasykuri
Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2012/05/07/minuman-keras-testimoni-hukum-dalam-al-quran/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar