Filem ini sesungguhnya digarap dengan detil yang mencengangkan. Bahkan
bisa dibilang, sampai saat ini, film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI
ini merupakan salah satu film terbaik dalam sejarah film Indonesia. Gak
percaya? Nih alasannya:
1. Musik Latarnya.
Adalah Embie C Noor yang jadi music director film ini. Seperti sudah
paham akan dibawa kemana arah film ini, maka latar belakang musik
mencekam lah yang dipilih. Karena memang itu tujuan dari film propaganda
ini, memberi kesan mengerikan dan kejam tentang PKI. Dari mulai awal
film yang memperlihatkan bung Karno di istana Bogor aja musiknya sudah
menyayat. Belum lagi narasi yang kaku dan dingin serta latar suara
berita radio yang menceritakan rawannya situasi politik saat itu.
Musiknya tuh gak ngagetin dan bikin berdebar-debar seperti film horor
pada umumnya, tapi pelan dan menyayat, seakan mengiris kuping dan hati.
Pengalaman MBDC dulu sih, kalau gak berani liat adegan kekejaman di film
itu, kita tutup kuping pun tetep berasa seremnya.
2. Setting
Berpindah-pindah dari mulai istana bogor, rumah para panglima, TK Ade
Irma, ruang-ruang sempit penuh asap rokok, tempat rapat-rapat gelap
PKI, dan tentu saja lubang buaya. Selingan suasana masyarakat miskin
yang sedang antri beras, coretan-coretan Manipol Usdek di tembok-tembok
dan atap rumah, poster bung Karno, semuanya menggambarkan suasana tahun
60an dengan sangat akurat dan memberi kesan betapa mencekamnya situasi
saat itu.
3. Alur Cerita
Durasi film yang hampir 4 jam ini sama sekali gak bertele-tele,
malahan bikin kamu tegang terus karena setiap adegan memberi kesan
penting dan genting. Ditambah lagi keharusan untuk mengetahui isi film
dengan baik dan benar bagi para pegawai negeri dan anak sekolah, karena
akan keluar di ujian, membuat pengalaman menonton film ini menjadi
semakin mendebarkan. Adegan kekerasan dan kekejaman dalam film ini gak
usah ditanya lagi betapa sadisnya. Ketika para jendral disiksa dengan
latar belakang lagu genjer-genjer itu sungguh tak terlupakan atau ketika
anak DI Panjaitan histeris membasuh mukanya dengan genangan darah
ayahnya, dan tentu saja tertembaknya Ade Irma. Bombastis meneror sampai
ke alam bawah sadar. Membuat siapapun yang mendengar kata PKI akan
merinding.
4. Dialog
Ah siapa sih yang gak inget ‘Darah itu merah, Jendral’, ‘Jawa adalah
Kunci’, ‘Hari H, djam D’, ‘Bukan main wanginya minyak wangi jenderal.
Begitu harum sehingga mengalahkan amis darah sendiri’. Merinding braaay.
Dialognya sangat kuat, karena film ini adalah propaganda sejarah setiap
kalimat dan fakta yang hendak diceritakan harus jelas. Sehingga
penonton mengingat jelas setiap detil sejarah, nama-nama dan peristiwa
yang hendak digaris bawahi dalam film ini. Semakin keren karena kamu
sama sekali gak bosan menonton film ini, padahal sangat sarat dengan
muatan sejarah dan propaganda.
5. Pemain
Film ini bisa dibilang film terbesar dalam sejarah film Indonesia,
ada sekitar 10rb figuran dan 120 orang yang memerankan tokoh nyata.
Sastrawan Ommar Kayam sebagai bung Karno, sastrawan dan wartawan Syubah
Asa sebagai DN Aidit, Amaroso Katamsi jadi Soeharto, dan Wawan Wanisar
jadi Pierre Tendean, ajudan Nasution yang tertembak menggantikan
komandannya. Meskipun akting para pemainnya tidak ada yang terlalu
istimewa, semacam akting berama-ramai gitu tipikal drama dokumenter,
tapi justru kesan kaku dan dingin dari para pemainnya menambahkan nuansa
serius dan mencekam dari film ini. Hii serem.
Ada berapa kali kata mencekam disebutkan diatas ya? Bisa dibilang
film ini masuk kategori film Indonesia jadul yang membuat trauma. Bukan
cuma trauma personal tapi juga trauma bangsa. Tsailah. Sebenernya
ngapain sih MBDC tiba-tiba ngebahas ini? Ya gak papa sih, kangen aja.
Kalo dulu kan nonton film ini dipaksa. Nah, sekarang kita bisa menilai
film ini lebih dari sisi artistiknya, bukan dari segi propagandanya.
Kapan terakhir kamu nonton film ini? Punya kesan-kesan sendiri setelah
nonton film ini?
Sumber: http://malesbanget.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar