Miftah Yama Fauzan membuktikan bahwa dirinya mampu bersaing dengan pelajar Eropa. Siswa SMAN 1 Sidoarjo itu menjadi juara I, mengalahkan pelajar asal Rusia dan Jerman, dalam International Conference of Young Scientists (ICYS) pekan lalu.
RAUT wajah Miftah semringah saat tiba di sekolahnya kemarin pagi (19/4). Dia disambut puluhan siswa SMAN 1 Sidoarjo di pintu gerbang sekolah. Teman-temannya bergantian mengucapkan selamat, menyambut sang pahlawan yang berhasil memenangkan kejuaraan tingkat internasional.
Mengenakan seragam putih-abu-abu, Miftah memanggul tas gendong. Di tangan kanannya, tampak sebuah kotak hitam berbentuk persegi panjang. Kotak tersebut berisi senjata laras panjang, seperti yang dipakai pasukan Densus 88 saat menyerang teroris.
Senjata itulah yang mengantarkannya menjadi siswa berprestasi internasional. Senjata yang dinamakan EMG-M4 tersebut merupakan hasil kreasinya. “Saya bikin sekitar dua bulan,” kata pemuda 16 tahun itu.
Dilihat dari bentuknya, alat menembak itu mirip asli. Mulai peluru sampai sistem kerjanya. Bedanya, pemicu senjata tersebut menggunakan kekuatan baterai yang dirangkai sedemikian rupa. Alurnya, tenaga baterai berkekuatan 12 volt masuk ke DC converter (penyelaras arus) sehingga dayanya naik menjadi 300 volt.
Tenaga itu disimpan di enam kapasitor. Setelah terkumpul, tenaga tersebut disalurkan ke kumparan dan diubah menjadi magnet. Dari sana, peluru ditarik dengan kekuatan penuh. Ketika pelatuk ditekan, tembakan langsung dilepaskan. “Pelurunya menggunakan besi veromagnetik,” jelas siswa kelas I SMAN 1 Sidoarjo itu.
Senjata tersebut juga dilengkapi sensor untuk mendeteksi jarak. Jika jarak dekat, tenaga untuk melepaskan peluru menggunakan dua kapasitor. Jika jarak sedang, digunakan empat kapasitor. Jarak jauh menggunakan enam kapasitor sekaligus.
Dengan kekuatan penuh, senjata rakitannya mampu menembus objek dengan jarak 30 meter. “Kekuatannya bisa dikembangkan lagi. Ini masik prototipe awal,” ucap putra guru besar ITS Mochamad Ashari itu. Dia pernah mencoba senapannya untuk menembak tumpukan kaca.
Rangkaian senjata itu sebenarnya adalah air soft gun yang dibeli secara terpisah melalui internet. Untuk merangkainya keseluruhan, dia merogoh kocek sampai Rp 1,5 juta. Hasil karyanya tersebut mendapat apresiasi para juri yang kebanyakan dari luar negeri. Walhasil, dia berhasil menjadi juara sekaligus mengalahkan peserta dari Rusia dan Jerman.
Pelajar yang tinggal di Wonoayu itu mengatakan banyak belajar dari internet. Beberapa istilah penting didapat dari sana. “Kalau sudah mentok, baru tanya ke Bapak,” ujarnya. (Sumber : Jawa Pos)