SEOUL - Komisi pendidikan parlemen Korea Selatan marah kepada departemen pendidikan negara itu menyusul laporan pelecehan seksual massal terhadap siswi SD oleh siswa pria.
Temuan menggegerkan itu terjadi di kota Daegu, sebelah tenggara Korsel. Orangtua siswa terguncang dan marah akibat pelecehan seksual yang diduga dipengaruhi konten dewasa dari internet.
Namun, pengelola sekolah mendiamkan persoalan ini selama berbulan-bulan. Kelompok orangtua memilih membentuk tim untuk mencari kebenaran. Menurut laporan kantor berita Yonhap, mengutip tim orangtua, Rabu (30/4), perkosaan massal di sebuah SD di Daegu melibatkan lebih dari 100 siswa, baik korban maupun pelaku.
Para siswa yang terlibat itu berusia 7 hingga 12 tahun. Para pelaku memaksa teman-teman perempuannya melakukan adegan seperti yang mereka lihat di internet atau televisi. Anak-anak yang lebih muda akan dipukul bila menolak terlibat.
Para siswa yang terlibat itu berusia 7 hingga 12 tahun. Para pelaku memaksa teman-teman perempuannya melakukan adegan seperti yang mereka lihat di internet atau televisi. Anak-anak yang lebih muda akan dipukul bila menolak terlibat.
Menurut para orangtua siswa, sekolah telah gagal mencegah atau bertindak semestinya meski tahu di sekolah itu terjadi penyerangan seksual. Untuk mencegah pelecehan terus berlangsung, sekolah hanya memberi nasihat kepada para pelaku, bukan menghukum mereka.
Polisi, awal pekan ini, telah memeriksa 11 siswa laki-laki, dan sebagian besar dari mereka mengaku telah melecehkan sedikitnya delapan siswa perempuan. Tiga di antara mereka telah ditahan, Jumat (2/4). Tak satu pun dari mereka yang dijebloskan ke penjara karena masih berusia di bawah 15 tahun, tetapi mereka diawasi polisi sampai beberapa tahun ke depan.
Komisi pendidikan minta kementerian pendidikan bertanggung jawab atas kejadian itu. Anggota komisi dari Partai Nasional Besar, Joo Ho-young, menyayangkan kementerian pendidikan tidak mengetahui kasus ini sejak awal. "Sangat memprihatinkan mengingat kementerian itu belum menyusun rencana fundamental untuk menghalangi akses anak-anak itu pada materi konten dewasa, serta program yang komprehensif untuk memberikan pendidikan seks yang layak untuk mereka," kata Joo.
Yo Ki-hong, anggota parlemen oposisi dari Partai Demokratik Bersatu, sepakat dengan Joo, dan menyebut langkah kementerian pendidikan yang dilaporkan ke parlemen, Jumat (2/5), itu dianggap langkah sementara. Langkah-langkah yang dilaporkan itu antara lain memasang kamera CCTV di sudut-sudut sekolah dan membekali siswa dengan peluit. "Ini sulit dipandang sebagai langkah antisipasi yang layak. Harus ada rencana untuk mencegah anak-anak itu membangun pandangan keliru tentang seks dan mendidik para pelaku anak-anak itu dengan keras," kata Yo.
Menteri Pendidikan Kim Do-yeon berjanji segera menyampaikan rencana yang lebih baik, antara lain mewajibkan sekolah memberikan pendidikan yang lebih baik. "Saya juga akan mengupayakan kerja sama dengan kementerian lain untuk mencegah kejadian ini terulang di masa depan," kata Kim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar