sumber peta geospasial.bnpb.go.id |
Dalam sambutannya, Susilo Bambang Yudhoyono memaparkan enam cara yang diterapkan pemerintah untuk memperkuat pemerintah daerah dalam rangka mengurangi risiko bencana alam.
Pertama, mengembangkan desa tahan bencana. Pengembangan desa tahan bencana ini disesuaikan dengan kondisi geografis di wilayah masing-masing. Desa yang berada di daerah pedalaman disebut Kampung Siaga (Prepared Village). Sedangkan desa yang berada di pesisir pantai disebut Desa Pesisir Tangguh (Resilient Coastal Villages).
“Menurut pendapat saya, desa-desa ini juga dapat berfungsi sebagai dasar untuk pengembangan tata kelola manajemen risiko di tingkat lokal,” ujar Presiden.
Kedua, mendorong partisipasi berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) untuk ikut menguatkan kapasitas lokal seperti kelompok masyarakat sipil, akademisi, profesional, anggota parlemen, pemimpin agama, hingga komunitas bisnis.
Ketiga, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dan manajemen pengurangan risiko bencana di tingkat lokal.
Masyarakat di daerah sudah memiliki metode sendiri dalam mengantisipasi bencana alam. Namun, metode yang dilakukan masyarakat itu harus diperbaharui agar manajemen bencana menjadi lebih efektif.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia memberikan perhatian besar untuk memberdayakan komunitas yang ada untuk meningkatkan kemampuan teknis dan organisasi. “Kami mengejar tujuan ini melalui penyebaran pengetahuan, dan peningkatan keterampilan,” kata SBY.
Keempat, pembiayaan untuk mendukung kapasitas ketahanan bencana. Salah satu cara untuk memperoleh dukungan pendanaan melalui kemitraan publik dan swasta dalam mempromosikan investasi di infrastruktur lokal sosial dan fisik. Pemerintah daerah juga diharapkan juga membuat anggaran sebagai dana cadangan.
Kelima, membangun koherensi antara kapasitas nasional dan kapasitas lokal sehingga ketahanan di tingkat nasional dan lokal bisa saling memperkuat.
Seperti pohon dan akarnya, tingkat nasional adalah akar. Tingkat masyarakat adalah daun, dan cabang mewakili tingkat administrasi yang menghubungkan itu semua bersama-sama, jelasnya.
Cara keenam, dengan mengintegrasikan upaya pengurangan risiko bencana dan inisiatif adaptasi perubahan iklim (climate change adaptation) di tingkat lokal ke dalam rencana pembangunan nasional.
Ini bisa dilakukan dengan merancang anggaran nasional untuk pembiayaan program pengurangan bencana di daerah, katanya.
Daijelaskannya, ke-6 cara tersebut dikembangkan Pemerintah Indonesia mengacu pengalaman membangun kembali Aceh pasca bencana tsunami tahun 2004.
Presiden mengakui untuk mengaplikasikan enam langkah tersebut tidaklah mudah, karena dibutuhkan peran kapasitas lokal dalam mengurangi kondisi bencana. “Tujuan utama kami adalah memastikan bahwa Indonesia lebih siap menghadapi setiap bencana alam,” kata Presiden SBY.
Sebelumnya, Syamsul Maarif, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana, mengatakan, Indonesia memiliki banyak pengalaman dalam penanggulangan bencana, dan Indonesia sepenuhnya mengakui pentingnya memperkuat upaya pengurangan risiko bencana (PRB) di tingkat lokal.
Dipilihnya Yogyakarta sebagai tempat penyelenggaraan karena kota ini pernah mengalami beberapa bencana dan telah mampu bangkit sebagai masyarakat yang tangguh, kata Syamsul.
Yogyakarta mengalami gempa bumi yang cukup parah tahun 2006. Saat itu lebih dari 5 ribu jiwa meninggal serta kerusakan pada lebih dari 150 ribu rumah yang kini telah direhabilitasi.
Salah satu tujuan 5th AMCDRR tahun ini adalah mendorong komitmen politik dan investasi yang lebih besar untuk langkah-langkah pengurangan risiko bencana di tingkat lokal.
Di samping itu, konferensi ini bertujuan untuk mengembangkan temuan dan rekomendasi yang dihasilkan pada Sesi 3 Global Platform for Disaster Reduction yang mengangkat tema “invest today for a safer tomorrow – increase investment in local action”
Konferensi ini diikuti oleh 2.600 peserta, 800 peserta dari luar negeri. Sementara itu, hadir perwakilan dari 79 negara, di antaranya 50 negara dari kawasan Asia Pasifik, kemudian 366 lembaga seperti perwakilan pemerintah, lembaga-lembaga PBB, organisasi donor, organisasi non pemerintah, dan media.
Usai sambutan, SBY memukul gong sebagai simbol resmi dibukanya 5th AMCDRR. Kemudian, Presiden dan Ibu Ani meninjau pameran yang menghadirkan upaya penanggulangan bencana dari berbagai negara didampingi Presiden Republik Nauru Sprent Dabwido, Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk Reduksi Risiko Bencana (UNSRSG for DRR) Margareta Wahlstrom, Kepala BNPB Syamsul Maarif, dan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X.
Sumber : Kominfo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar