5 Posting Terbaru

Sabtu, 13 Maret 2010

Pemerintah Diminta Stop Ekspor LNG Tangguh ke China

Pemerintah Diminta Stop Ekspor LNG Tangguh ke China

Pemerintah disarankan untuk mengalihkan kontrak penjualan gas alam cair (Liquid Natural Gas/LNG) Tangguh ke pembeli China, CNOOC, ke tanah air untuk mengatasi defisit gas yang tengah terjadi. Opsi ini dinilai lebih baik, daripada pemerintah melakukan impor LNG dari negara lain.

“Jangan sampai kita diketawain anak cucu kita. Ekspor LNG Tangguh ke Cina dengan harga murah, tapi malah mengimpor gas ke Qatar dengan harga yang mahal,” ujar pengamat perminyakan Kurtubi saat dihubungi detikFinance, Jumat (12/3/2010).

Kurtubi menyatakan, pengalihan kontrak tersebut harus dilakukan jika pihak CNOOC tidak mau memperbaiki formula harga LNG Tangguh. Ia menyebutkan, dengan harga minyak di level USS 80 per USS, LNG Tangguh hanya dijual dengan harga US 3,35 per mmbtu karena memakai harga flat (tidak mengikuti harga minyak).

Sementara jika dibandingkan dengan LNG Bontang yang dijual ke pembeli asal Jepang, dimana dengan harga minyak yang sama, itu bisa dijual dengan harga US$ 13 per mmbtu. Murahnya harga jual LNG Tangguh ke CNOOC tersebut telah menyebabkan negara merugi hingga Rp 500 Triliun

Dengan harga jual Tangguh ke pembeli asal Cina sekarang, lanjut Kurtubi, pembeli domestik seperti PT PLN (Persero), pabrik pupuk, dan industri sudah dapat menyerapnya dengan harga yang jauh lebih tinggi dari itu. Ia mencontohkan, gas yang dibeli PLN untuk PLTGU Muara Karang, BUMN listrik tersebut sudah mampu membeli dengan harga US$ 5,5 per mmbtu.

“Untuk itu, pemerintah harus memastikan ke Cina, kalau mereka tidak mau ubah formula harga sebaiknya pemerintah stop pengiriman ke Cina dan dialihkan ke domestik,” ungkapnya.

Untuk mendukung rencana itu, imbuh Kurtubi, pemerintah juga harus mendorong agar pembangunan Floating Storage Receiving Terminal (FSRT) yang akan dilakukan PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk, dapat segera terealisasikan.

“Kalau itu mau dialihkan ke dalam negeri, kan itu tetap harus ada receiving terminalnya. “ungkapnya.

Sementara untuk mengatasi defisit gas dalam jangka panjang, Kurtubi mengusulkan agar pemertintah segera mencabut UU Migas Nomor 22 tahun 2001 melalui Perpu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang). Perubahan UU migas dinilai sebagai hal yang mendesak untuk dilakukan karena UU ini ditengarai menjadi penyebab pernghambat perkembangan industri migas di tanah air.

“Kalau direvisi melalui DPR, 3 tahun tidak akan selesai karena anggta-anggota DPR akan berdebat, makanya lebih baik Presiden SBY terbitkan Perpu,” katanya.

Ia menyebutkan , setidaknya ada tiga hal pokok yang yang menyebabkan UU ini harus direvisi. Pertama, UU ini tidak investor friendly sehingga sejak UU ini diterbitkan tidak ada tambahan cadangan minyak baru di Indonesia. Kedua, timbulnya ketidakpastian hukum karena ada 4 pasal dalam UU ini yang diamandemen MK, namun tidak juga diperbaiki oleh pemerintah. Selain itu, Pansus hak angket BBM juga sudah merekomendasikan revisi UU ini.

“UU ini jelas-jelas merugikan,” imbuh Kurtubi.

Adapun poin-pon yang harus direvisi diantaranya menyederhanakan sistem perminyakan nasional, dimana proses investasi hanya di bawah satu atap. Pemberlakuan lex specialis dimana investor tidak diminta bayar pajak sebelum berproduksi serta membubarkan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas).

“BP Migas harus dilikuidasi karena keberadaannya telah memperpanjang mata rantai investasi,” tandasnya.


Sumber : detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Topik Populer Bulan ini