"Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa." (Gajah Mada, Padmapuspita, 1966:38).
Demikian sumpah lantang sang patih Kerajaan Majapahit, Gajah Mada, menurut kitab Pararaton. Ikrar terucap karena kuatnya keinginan Gajah Mada untuk membendung pengaruh kerajaan-kerajaan Asia Tenggara di Kepulauan Nusantara.
Nusantara harusnya berada di bawah kuasa kerajaan yang ada di dalamnya, bukan dikuasai kerajaan lain yang ada di daratan Asia Tenggara. Kukuhnya ucapan ini dalam sejarah Nusantara membuat kata "palapa" diabadikan menjadi nama satelit komunikasi milik Indonesia.
Tetapi, di balik kekuatan kata tersebut, terselip banyak tafsir yang coba menerka apa arti sebenarnya. Dosen arkeologi FIB UI, Agus Aris Munandar, dalam Gajah Mada Biografi Politik, menyebut bahwa ada sebagian kalangan yang mengartikan amukti palapa dengan "memakan buah kepala" atau "memakan buah palapa".
"Namun, jika buah kepala memang jelas maksudnya, ada buah yang dinamakan kelapa. Namun, 'buah palapa' sampai sekarang belum ada yang mengetahui bentuk, apalagi rasanya," tulis Agus.
M Yamin menafsirkannya dengan makna berbeda lagi. Menurutnya, palapa berarti Gajah Mada akan pantang bersenang-senang sebelum janjinya terucap. Sementara Slamet Muljana, profesor yang ternama dengan Tafsir Sejarah Nagarakretagama, yang kerap jadi referensi mengenai perjalanan Majapahit, menyebut bahwa amukti palapa artinya bebas tugas atau cuti.
Tafsiran lain datang dari pakar bahasa Jawa Kuno, P J Zoetmulder, yang coba mengupasnya dari asal arti amukti dan palapa. Menurutnya, amukti palapa diartikan "(mendapat) kesenangan yang tiada berakhir".
"Gajah Mada akan mendapat kesenangan yang tiada taranya jika saja seluruh wilayah Nusantara yang disebutkan dalam sumpahnya itu dapat mengakui kekuasaan Majapahit," papar Zoetmulder.
Mana yang benar? Multitafsir, belum ada kesepakatan akan hal ini. Gajah Mada sendiri mangkat dengan meninggalkan nama harum di Nusantara. Menurut kitab Pararaton, ia wafat pada tahun Saka 1290, tetapi pada Nagarakretagama dituliskan Gajah Mada mangkat pada tahun Saka 1286.
Kepergiannya membuat parbu Hayam Wuruk larut dalam duka. Ia berusaha mencari pengganti hingga dipanggillah para anggota dewan pertimbangan agung. Tetapi, hingga akhir pertemuan besar itu, tidak juga Hayam Wuruk berhasil menempatkan pengganti posisi dengan kemuliaan besar macam Gajah Mada.
Disebutkan dalam "Menuju Puncak Kemegahan: Sejarah Kerajaan Majapahit" karya Slamet Muljana, rapat itu memutuskan bahwa Gajah Mada tidak akan diganti. (Zika Zakiya/National Geographic Indonesia/Kompas)
Blog ini menyajikan berita terhangat baik dari dalam negeri maupun dali luar negeri.
5 Posting Terbaru
Selasa, 09 Juli 2013
Perdebatan Makna Sumpah Palapa Gajah Mada
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Topik Populer Bulan ini
-
Kemarin Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) berjanji segera menertibkan topeng monyet jalanan yang selama ini dimanfaatkan orang-orang...
-
Benda terbang yang tak dikenal (UFO) selalu menampakkan diri di tempat yang tak pernah diperkirakan. Seperti halnya, seorang penduduk yang m...
-
Para designer Jepang memang sangat kreatif dalam menciptakan design untuk para gadis dan abg agar tampil lebih seksi, menggiurkan dan...
-
Sebagai sebuah negara yang besar dan kaya raya, Indonesia di mata dunia lebih dikenal bukan karena prestasi yang membanggakan, melainkan ka...
-
Dengan teknologi terkini, foto hitam putih Titanic diberi warna oleh fotografer Rusia bernama Anton Logvynenko.
-
Dalam dunia kesehatan, pijat merupakan upaya untuk mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Pijat biasa dilakukan dengan menggunakan tan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar