Tapi, sebuah riset terbaru yang dilakukan oleh peneliti Institute of Health Aging di University College London, Inggris, melahirkan teori baru, yang sungguh mengagetkan. Riset itu menemukan bahwa sebenarnya proses kematian terjadi secara perlahan-lahan. Dan, yang lebih mengejutkan, proses kematian bisa ditunda.
Riset ini memang masih memakai cacing sebagai obyek uji coba. Para peneliti melihat indikasi datangnya kematian pada cacing melalui cahaya biru yang menjalar pada sel-sel di tubuhnya.
Cairan berwarna biru itu dikenal sebagai fluoresen, atau suatu zat yang telah menyerap sinar atau radiasi elektromagnet lain. Fluoresensi banyak digunakan dalam bidang mineralogi, gemologi, sensor kimia (spektroskopi fluoresensi), penandaan fluoresen, pewarnaan, dan detektor biologi.
Para peneliti mengamati proses kematian si cacing ternyata tidak terjadi di seluruh bagian tubuhnya secara serentak, tapi perlahan-lahan. Sebagai akibat dari suatu penyakit, sel-sel pada cacing mati satu per satu.
"Kami mengidentifikasi jalur kimia penghancuran tubuh cacing yang menyebabkan sel-selnya mati. Itu dapat kami lihat dari sinar fluoresen yang menyala di tubuh cacing," kata David Gems dari Institute of Health Aging di University College London.
"Gelombang kematian cacing dimulai dari usus yang kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Semakin cahaya biru itu menyebar ke seluruh tubuh cacing, maka cacing itu akan semakin mendekati kematiannya," ditambahkan Dr. Cassandra Coburn, peneliti utama riset ini, sebagaimana dilansir The Huffington Post, 26 Juli 2013.
"Ketika cahaya fluoresen itu memudar, maka itu menandakan cacing telah mati. Tapi, kami melihat memudarnya cahaya terjadi secara perlahan-lahan," jelas Gems.
Temuan ini memunculkan teori baru bahwa pemadaman cahaya fluoresen dapat diblokir terlebih dahulu untuk menunda kematian, dengan menyelamatkan sel-sel yang masih dalam keadaan baik.
"Ini membuktikan bahwa usia tua sebenarnya tidak mempengaruhi sel-sel yang ada di dalam tubuh. Tapi, kematian sel adalah sebuah aktivitas paralel," ungkap Gems.
Saat ini, tim sedang fokus mempelajari peristiwa biologis yang terjadi pada proses penuaan makhluk hidup. "Kami sedang memikirkan cara untuk mengganggu proses kimia yang menyebabkan kematian, sehingga kematian bisa ditunda," kata Gems.
Nyawa baru
Coburn mengatakan riset mengenai kematian ini hanya berlaku untuk cacing--untuk sementara ini. Apakah hal ini juga berlaku pada manusia?
Coburn tidak menjamin. Tapi, setidaknya temuan ini menjadi terobosan baru untuk menemukan indikasi ilmiah pada proses kematian manusia. "Pada akhirnya, kita bisa menemukan strategi untuk memperlambat proses penuaan dan mencegah kematian itu sendiri," jelas Coburn.
Menurut David Gems, rekan peneliti Coburn, serangan stroke, jantung, dan matinya sel disebabkan oleh berhentinya aliran darah di dalam tubuh.
"Jika kita mengamati kematian cacing, mungkin saja suatu hari nanti kita bisa memblokir kematian manusia dengan memberi aliran darah baru," kata Gems. "Kemungkinan ini yang perlu dikembangkan."
Dari temuan riset ini, diharapkan muncul obat baru yang dapat menghambat lajunya gelombang kematian. "Tapi, untuk dapat mencegah proses kematian, jalannya masih sangat, sangat jauh," Coburn menegaskan.
Prediksi umur
Bicara tentang penuaan, serupa dengan penelitian di atas, riset lain yang dilakukan sekumpulan peneliti King College, Inggris, menemukan teknik baru dalam tes darah, yang bisa memprediksi seberapa cepat seseorang akan bertambah tua.
Hasil penelitian ini seakan membuka jalan bagi pengembangan pengobatan penyakit yang berhubungan dengan penuaan seseorang.
Dilansir Telegraph, tim peneliti berhasil mengidentifikasi penanda kimia yang dikenal sebagai metabolit di dalam darah manusia, yang berhubungan erat dengan penuaan.
Hasil penelitian menunjukkan salah satu dari 22 metabolit yang ditemukan di dalam darah manusia bisa menunjukkan kondisi penuaan manusia.
Peneliti pun meyakini dengan teknik baru dalam tes darah ini manusia bisa megindetifikasi masalah penuaan, atau bahkan kematian.
Menurut Ana Valdes, peneliti utama di King College, 22 metabolit yang terkait dengan penuaan terdeteksi ada di dalam darah. "Dengan begitu, di masa depan kita bisa memprediksi umur dan penuaan seseorang dari sampel darahnya," kata Valdes. "Metabolit ini sangat unik, berhubungan kuat dengan usia dan penyakit seseorang."
Dia menjelaskan, metabolit secara spesifik juga berkaitan dengan fungsi paru-paru, kepadatan mineral pada tulang, serta berat pada saat manusia lahir. "Itu bisa digunakan untuk mengetahui usia seseorang," ujar Valdes. (VIvaNews)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar