Stasiun tenaga nuklir - ilustrasi. (ANTARANews/Ardika) |
"Jenis batuan granit sangat keras dan terbangun utuh hingga kedalaman sampai berkilo-kilometer ke dasar mantel bumi," kata Kepala Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Sarwiyana Sastratenaya di sela "Seminar on Natural Hazard Mitigation to Critical Installation" di Universitas Pancasila Jakarta, Sabtu.
Jenis ini ada juga di beberapa tempat di Sumatera bagian timur atau kalimantan bagian barat tapi relatif muda, sedangkan di Bangka relatif tua dengan usia ratusan juta tahun, berarti semakin baik, ujar Sarwijana Sastratenaya.
Bangka, lanjut dia, juga berada di intra-plate (dalam lempeng) yakni lempeng Sunda yang bukan lokasi gempa.
"Banyak wilayah lain di Indonesia berada di inter-plate atau di atas patahan lempeng Eurasia dan Indo-Australia sehingga rawan gempa, seperti di sepanjang Barat Sumatera dan selatan Jawa," ujarnya.
Laut di sekitar Bangka juga merupakan laut dangkal sedalam hanya 20-30 meter sehingga tak memungkinkan munculnya tsunami yang mensyaratkan kedalaman laut sampai ribuan meter.
Selain itu, ujar Sarwiyana, Bangka juga jauh dari gunung api, karena yang terdekat berjarak 350 km yakni Gunung Lumut Balai di Lampung. Ini berbeda dengan Semenanjung Muria, Jepara (tapak sebelumnya) yang masih berdekatan dengan Gunung api Muria meski gunung tersebut tergolong" mati".
Namun demikian, saat ini Bangka sebagai tapak masih berada dalam kajian Batan dengan dana untuk dua tapak yakni di Bangka Barat dan Bangka Selatan selama 2011-2013 sebesar Rp160 miliar.
"Yang jelas Bangka berbeda dengan PLTN Fukushima di Jepang yang tepat berada di atas `ring of fire`, lokasi yang rawan gempa dan tsunami," katanya.
Seminar tersebut juga menghadirkan pakar bangunan berisiko Antonio R Godoy dan pakar seismo-tektonik Prof Leonello Serva.
Sumber : Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar