5 Posting Terbaru

Senin, 20 Desember 2010

Wanita Indonesia Sang Ahli Desain Kapal

NAMANYA Henny Poerwanti. Gelarnya berderet-deret. Maklum, ia double sarjana (mechanical engineer dan naval architect). Saat ini menetap di Singapura dan bergerak di bidang konsultan perkapalan. Sekarang dipercaya menjadi engineering manager di Modec (pemilik FPSO terbesar di dunia). Berikut pengalaman Henny, wanita Indonesia yang jago mendesain kapal.

PERJALANAN karir saya di bidang Industri perkapalan dimulai sejak tahun 1992 di Kodja Bahari Jakarta. Pada waktu itu saya mendapat kehormatan dari Kampus Politeknik untuk mensupport GTZ.

GTZ adalah sebuah lembaga milik pemerintah Jerman yang bertugas membantu negara-negara berkembang dalam memajukan negaranya. Apa hubungannya GTZ dengan dunai perkapalan? Ketika itu Kodja Bahari menjadi salah satu galangan kapal terbesar kedua di Indonesia yang menerima project pembangunan kapal penumpang Gotland Vessel milik sebuah perusahaan Swedia.

Awalnya, saya mulai bekerja sebagai designer perkapalan (specialis machinery/kamar mesin). Padahal waktu itu saya belum lulus kuliah.
Seingat saya, mereka yang dikirim dari kampus jumlahnya mencapai lima orang dan saya satu-satunya perempuan. Kehidupan yang keras mulai dari mengerjakan design, hingga turun kelapangan untuk inspeksi, lalu memberi petunjuk kepada para pekerja galangan sudah mulai saya rasakan sejak tahun 1992.

Sebagai wanita yang bekerja di dunia yang keras dan bisa menaklukkan kehebatan kaum Adam sungguh merupakan kebanggan dan kepuasan tersendiri. Bukan berarti saya tidak menghargai mereka, tetapi kemampuan otak, kemampuan dalam hal mengatur orang, bernegosisasi dan juga menyelesaikan berbagai macam problem di kantor maupun di lapangan merupakan tantangan tersendiri.

Contoh sederhana saja, ketika kuliah dulu, saya satu-satunya wanita dari 40 mahasiswa yang mengambil jurusan mesin kapal. Enggak heran kalau saya selalu di nomor kancilkan alias selalu mendapat giliran akhir setiap kali melakukan praktek lapangan, praktek bengkel ataupun uji laboratorium.
Dari yang saya ceritakan, intinya adalah kita (kaum wanita) harus bermental baja, pantang menyerah dan harus bisa berdiri sama tinggi dengan mereka kaum laki-laki.

Pengalaman dari Kodja dengan begitu minim fasilitas membentuk mental saya semakin bertambah satu lapis. Dari seorang yang pendiam dan feminim, tiba-tiba menjadi seorang yang sedikit agresif. Begitu kata ibu saya.

Agresif dalam arti, saya tidak pernah merasa takut dan kepercayaan diri otomatis selalu bertambah. Kerasnya hidup dan bekerja di Jakarta tidak membuat saya menjadi wanita yang gampang mengeluh dan juga putus asa.
Dan yang membuat saya sungguh bersyukur dapat bekerja ke Jakarta, waktu itu saya bekerja dengan insinyur dari Jerman dan saya mendapat banyak ilmu mengenai pekerjaan lapangan mulai design, inspeksi kapal, hingga pekerjaan lapangan (mengelas, memotong plat/ pipa, menyambung dan memasang ke kapal) menjadi bagian yang harus saya lakukan.

Wuihh, betapa tidak pada waktu itu saya juga satu-satunya wanita di Kodja Bahari galangan empat yang menyandang gelar diploma (masih belum ada insinyur wanita pada waktu itu di bidang perkapalan).
***
DARI Jakarta saya kembali ke kota di mana saya dilahirkan, Surabaya. Saya melanjutkan karir di bidang yang sama. Di sini prestasi saya banyak di belakang meja. Lebih banyak ke design daripada ke lapangan. Sejak itu saya mulai fokus pada design kapal, mulai dari kapal untuk kepentingan militer, kapal tanker, kapal cargo (bulk carrier) hingga kapal penumpang.

Ketika mengerjakan kapal cargo, saya mendapatkan kesempatan untuk berangkat ke negeri Belanda untuk mengikuti training. Kesempatan itu menjadi pintu kedua bagi saya untuk bisa melihat dunia luar.

Tidak mudah untuk bisa berangkat ke Belanda, jika tidak karena kepala bagian saya yang pada waktu itu berjuang untuk membela hak saya. Mengapa? Sebenarnya, mereka yang akan dikirim adalah karyawan lain yang sama sekali tidak mengerjakan proyek ini.

Kembali dihadapkan pada kenyataan bahwa persaingan di dunia perkapalan adalah sangat kuat antara laki-laki dan wanita. Kami kaum hawa mungkin masih dianggap kurang mampu untuk menerima tugas atau tanggung jawab yang berat. Tetapi tentu saja Tuhan berkehendak lain dan itu patut saya syukuri.

Penjalanan yant tidak pernah saya bayangkan dan impikan, tetapi menjadi perjalanan karir saya adalah berangkat ke Jerman. Waktu itu sekitar tahun 1997 terjadi krisis di Indonesia dan dunia pekapalan mulai sepi. Saya memutuskan untuk berangkat ke Jerman mengambil double degree di bidang design kapal. Oh iya, gelar insinyur saya selesikan di Surabaya di sebuah Universitas swasta.

Pertimbangan waktu itu adalah saya cenderung mengumpulkan pengalaman di banding konsentrasi melanjutkan kuliah ke universitas milik pemerintah. Itu juga atas anjuran ayah saya yang mensupport saya 100 persen agar saya bisa survive di bidang saya, sebagai wanita bukan jalur akademis yang penting tetapi pengalaman dan kemampuan mendesign serta pengalaman membangun kapal lebih bisa dihargai.

Di Jerman saya tinggal di Kota Bremen dan di situ ada sebuah universitas yang dikenal sangat bagus di bidang perkapalan dan kelautan (marine & offhore). Dengan modal tekad dan kemampuan bahasa Jerman, saya melanjutkan study sembari bekerja sebagai partimer di beberapa perusahaan dan galangan kapal. Selain uang yang menjadi tujuan saya, juga ilmu serta pengalaman yang menjadi incaran saya.

Yang unik adalah ketika saya mulai bekerja (tiga bulan setelah kedatangan saya di Jerman), semua itu terjadi atas bantuan bekas manager saya yang berhasil saya hubungi. Dan alhamdulillah saya diberi kesempatan bekerja selama tiga bulan dengan fasilitas yang lumayan.

Banyak rekan saya yang terheran-heran ketika saya mendapatkan mobil dari perusahaan. Saya semakin percaya diri dan tidak takut sendiri hidup di negeri orang. Prinsip niat baik dan 'do the best' selalu menajdi pegangan saya.
Tiga bulan saya berada di Departement Engineering, tepatnya di bagian Mechanical Engineering.

Di sana saya banyak belajar mengenai system, detail design dan bahkan DIN (Standart Technik Jerman). Bayangkan saya belajar bagaimana satndart yang diakui oleh dunia internasional itu dibuat. Bangga juga dong jika saya mengerti proses dari pembuatan standarisasi. Selama tiga bulan, saya bekerja partime di galangan kapal Luerssen di Vegesack.

Tahu tidak betapa galangan ini merupakan galangan kapal yang sangat terkenal di seluruh dunia dan membangun kapal-kapal militer. Sepertinya Tuhan sudah mengatur dan memberi saya persiapan sebelum berangkat ke Jerman. Betapa tidak, ketika di Jakarta saya bekerja di perusahaan Jerman, sehingga profesionalisme dan sistem kerja mereka saya sudah menguasainya.
Kemudian di Surabaya saya juga mengerjakan kapal-kapal militer dan bertemu dengan bekas manager saya yang memberi kesempatan saya untuk bekerja juga di Jerman. Sepertinya semua itu bukanlah kebetulan, alhamdulillah.

Pengalaman di Jerman, cukup meyakinkan profesor untuk bisa memulai kuliah di semester yang lebih tinggi. Dan akhirnya saya hanya mengulang di semester empat, tapi harus mengerjakan tugas design yang sudah diberikan sejak semester satu dengan waktu hanya tiga bulan.

Sempat juga ada perasaan tidak yakin. Dan orang pertama yang saya hubungi adalah bapak saya dan kakek saya, karena motivator kebanggaan dan favorite saya. Saya telepon, "Pak doakan saya ya untuk bisa ke semester lima saya harus menyelesaikan design ini dalam waktu tiga bulan."

Padahal normalnya nih kalau yang namanya basic design itu dan main frame design, harusnya memakan waktu setahun. Ayah saya menimpali, "Iso, yakin iso... ojo lali ndungo (bisa, yakin bisa dan jangan lupa berdoa)."

Saya lalu mulai mengerjakan tugas dengan telaten. Selama tiga bulan saya selalu pulang jam 04.00 pagi dari kampus. Padahal, jam 08.00 pagi saya sudah harus di kampus lagi untuk mengikuti kuliah.

Perjuangan yang berat, apalagi tantangan musim sering menjadi hambatan karena badan saya suka masuk angin. Tiga bulan bulan berlalu dan semuanya berjalan seperti yang saya harapkan yaitu design saya selesai dan diterima.
Selama kuliah, saya tidak tinggal diam dan banyak menjalin hubungan dengan orang-orang yang saya anggap bisa menjadi sumber referensi saya.

Dan saya ajuga bekerja paruh waktu di sebuah perusahaan konsultant perkapalan, mulai dari bagian kontrol dokumen (doc control) hingga mengerjakan design. Kemudian saya juga banyak mengikuti seminar serta mendapat kesempatan bekerja di sebuah badan klasifikasi kapal milik Inggris yaitu Lloys Register yang berada di Kota Hamburg. Bremen ke Hamburg hanya satu jam perjalanan menggunakan kereta.

Di Hamburg atau tepatnya di LR, saya banyak belajar bagaimana sebuah design disetujui oleh badan klasifikasi. Sebab tanpa design dan perhitungan yang disetujui oleh badan klasifikasi kapal, maka kapal tidak akan pernah boleh dibangun.

Di Hamburg saya berkunjung ke perusahaan pemilik kapal yang terkenal yaitu Komswroski. Perusahaan itu banyak mendanai kapal-kapal yang di bangun untuk kepentingan negara kita. Saya mencoba menawarkan galangan-galangan kapal di Indonesia yang lain selain PT.PAL yang mungkin bisa membantu proyek-proyeknya.

Yang saya temui tidak hanya perusahaan itu saja, tetapi juga pemilik kapal yang lain seperti Lauterjung. Tujuan saya adalah ingin mempromosikan galangan kapal di Indonesia yang ternyata mampu dan boleh disejajarkan dengan kemampuan galangan-galangan kapal di Eropa.

Suka dan dukanya tentu ada, terutama ketika saya harus duduk satu meja dengan mantan direktur saya. Dimana saya waktu itu berada di pihak owner/ pemilik kapal yang sedang dibangun di PT PAL. Saya tidak berkecil hati dengan pandangan banyak mata yang menatap sinis (ini kenyataan). Justru saya bangga karena manusia kecil seperti saya dan tidak sedang bermimpi menjadi begitu terhormat pada waktu itu.

Saya menyelesaikan sekolah tepat pada waktunya dan saya putuskan untuk pulang ke Indonesia (Mei 2006) dan menolak tawaran dari sebuah perusahaan untuk bekerja di Jerman. Saya tetap wanita dan seorang istri, dimana harus mengikuti kemana suami saya pergi dan anak-anak saya berada.
***
DI Indonesia saya hanya sempat enam bulan saja dan bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta. Kemudian tahun 2007, tepatnya 6 Januari saya mendapatkan kesempatan untuk bekerja di Galangan Kapal Sembawang di Singapura.

Di Singapura saya sudah bekerja di lima perusahaan dan dua diantaranya adalah galangan kapal Sembawang dan Keppelfels. Saya memulai bekerja di Sembawang Shipyard, ikut berpartisipasi dalam dua proyek pentingnya membangun Pipe Lying Vessel dan Jack Up Rig.

Dari Sembawang saya mendapat kesempatang bergabung dengan pembangun rig (rig builder) terbesar di dunia yaitu Keppelfels dan ikut mengerjakan dua proyeknya. Dari galangan kapal hingga bekerja sebagai sebagai senior engineer di perusahaan pemilik kapal seperti Compas Energy dan Modec merupakan batu loncatan yang luar biasa. Melalui perjuangan yang keras untuk bisa meyakinkan mereka bahwa saya sebagai wanita juga mampu menjalankan pekerjaan ini. Terbayar sudah....

Sumber: TRIBUN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Topik Populer Bulan ini