Letusan Gunung Tambora di Sumbawa April 1815 menyebabkan malapetaka hebat hingga ke Eropa. Apakah letusan terhebat yang mengirim abu hingga seluruh dunia itu bisa terjadi lagi? Jawaban ya!
Letusan Gunung Tambora menewaskan 92 ribu orang dan mengirim abu hingga ribuan mil jauhnya. Letusan di Sumbawa itu bahkan membawa dampak besar bagi sejarah di Eropa. Tahun 1816 dikenal dengan sebutan “tahun tanpa musim panas” setelah abu beredar di seluruh dunia dan menghalangi sinar matahari.
Kelaparan, penyakit, dan kemiskinan menyebar di sepanjang Eropa dan utara Amerika. Sementara Italia mendapatkan salju merah secara teratur, yang disebabkan abu vulkanis. Lukisan matahari terbenam yang dramatis pada masa itu juga terinspirasi letusan ini. Letusan Tambora memiliki skala VEI yang menurut ilmuwan hanya terjadi sekali dalam 1,000 tahun.
Lalu setelah tidur lebih dari 1.600 tahun, apakah gunung ini akan kembali memuntahkan kedahsyatannya? Menurut ahli geologi ITB Rudi Rubyandini, Tambora merupakan gunung api yang masih aktif dan memiliki kesempatan yang cukup besar untuk meletus kembali, meskipun kapan terjadinya tidak dapat dipastikan.
“Sebagian besar ahli melihat siklus. 100 hingga 150 tahun untuk Krakatau atau Galunggung. Lalu 200 hingga 300 tahun bagi Semeru. Kalau untuk Tambora sendiri, ini masih gunung api aktif, jadi masih punya kesempatan cukup tinggi untuk meletus lagi. Tapi untuk pastinya kapan belum dapat diketahui,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Sabtu (23/4).
Menurut Rudi, letusan gunung Tambora di 1815 telah mengeluarkan energi yang begitu besar. Oleh karena itu butuh waktu yang cukup lama untuk mengumpulkan energi kembali.
Meskipun saat ini tidak tampak aktivitas signifikan dari Tambora, namun hal itu masih harus diwaspadai. “Sebenarnya yang tidak banyak aktivitas itu yang kemungkinan akan mengeluarkan letusan begitu besar, karena gunung tersebut menyimpan energi tanpa dikeluarkan. Energi magma yang mereka simpan jadi besar,” katanya.
Rudi mengambil contoh peristiwa Tangkuban Perahu, 20 tahun silam. Gunung itu sebelumnya tidak tampak terlihat ada aktivitas namun tetap saja terjadi letusan.
“Padahal tidak ada yang mengira soal Tangkuban Perahu ini. Meskipun kita telah memiliki seismograf yang dapat mengukur getaran sebagai tanda bahaya, namun tetap saja kita tidak boleh meremehkan gunung api aktif yang sudah lama tidak beraktivitas, karena sebenarnya mereka sedang menyimpan energi,” kata Rudi.
Kemungkinan Tambora untuk aktif kembali juga diyakini Andri Slamet Subandrio, dosen geologi bebatuan ITB. “Pada dasarnya Gunung Tambora adalah gunung aktif. Oleh karena itu, sampai sekarang masih dipantau Direktorat Vulkanologi bagian mitigasi bencana. Namun masalahnya, belum ada teknologi apapun yang dapat memastikan dengan jelas kapan sebuah gunung akan meletus,” ujarnya.
Namun menurut Andri, untuk gunung besar semacam Tambora, butuh waktu yang cukup panjang untuk meletus setelah sebelumnya terjadi letusan besar. “Ini bisa sampai puluhan atau ratusan tahun lagi,” imbuhnya.
Adri menjelaskan hal itu karena pengumpulan energi gunung api dari pergerakan magma di mantel bumi pada dasarnya lambat. Belum lagi jika terjadi bocoran energi ke gunung di sekitarnya, maka akan butuh waktu yang semakin lama, katanya.
Namun Andri juga menegaskan bahwa siklus tidak dapat dipastikan sebagai patokan utama. “Contohnya di 2002. Di Jawa Barat, awalnya yang diamati adalah Gunung Guntur, tapi ternyata Gunung Papandayan. Padahal sebelumnya banyak yang mengira gunung ini telah berada di masa istirahat karena masuk di fase vumarol di mana muncul sumber panas di bagian permukaan,” jelas Andri.
Andri menjelaskan bahwa Indonesia adalah negara dengan jumlah gunung yang paling banyak di Dunia. Indonesia memiliki 425 gunung api dimana 125 di antaranya adalah gunung aktif yang tersebar sepanjang pulau Sumatera, Jawa hingga pulau Banda.
Indonesia terletak di zona penunjaman lempeng samudera dari wilayah utara Sumatera, terus ke Jawa, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat hingga ke Banda. Tidak hanya itu, Indonesia juga memiliki palung laut dalam di mulai dari ujung Sumatera hingga banda. “Wilayah geologis Indonesia memang sangat potensial untuk terbentuknya gunung api,” jelas Andri.
Rudi mengatakan keberadaan gunung berapi patut disyukuri. Gunung api berfungsi sebagai sumber air, emas, perak, besi, granit serta sebagai sumber panas bumi. Tidak hanya itu, bagi pertanian sangat berfungsi karena menyebabkan tingginya kandungan hara serta temperatur yang dingin di mana cocok bagi pertumbuhan tanaman.
Sumber :http://www.inilah.com/news/read/teknologi/2010/04/25/487431/letusan-gunung-tambora-bakal-terulang-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar