5 Posting Terbaru

Sabtu, 31 Oktober 2009

Patahan Opak Peringatan untuk Lembang

Gempa berkekuatan 5,9 skala Richter yang menerjang Bantul dan Klaten pada tahun 2006 diketahui bersumber pada Patahan Opak yang telah lama tertidur. Belajar dari bencana tersebut, perhatian para ilmuwan kini mengarah pada patahan-patahan di Jawa Barat, antara lain Lembang yang melewati permukiman padat.

Petaka yang melanda wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 merupakan peristiwa yang amat mengejutkan, karena sumbernya adalah sesar atau patahan Opak yang nonaktif.


Gempa itu menggugah kita bahwa setiap patahan, entah aktif ataupun tidak, berpotensi mengancam ribuan jiwa. Berkaca dari kejadian di Opak, lembaga penelitian mulai melakukan survei geologi sesar di Pulau Jawa, terutama di Jawa Barat, agar tak lagi kecolongan.

Survei itu dilakukan para peneliti Indonesia bekerja sama dengan Jepang, melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi dan Japan International Cooperation Agency (JICA). Riset selama tiga tahun ini dinamakan Proyek Pengurangan Bahaya Multidisiplin Gempa dan Vulkanik di Indonesia, melibatkan peneliti dari Pusat Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk melakukan survei geologi dan paleoseismologi.

Survei pergerakan patahan menggunakan jejaring global positioning system (GPS) dilaksanakan oleh Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung (KKG-ITB) yang bekerja sama dengan Geographical Survey Institute of Japan (GSI).

Survei GPS selama tiga tahun terakhir, ujar Ketua KKG-ITB Hasanuddin Z Abidin, dilakukan di tiga sesar utama di Jawa Barat, yaitu Cimandiri, Lembang, dan Baribis. Patahan Cimandiri membentang dari Palabuhanratu hingga Padalarang sepanjang sekitar 100 kilometer (km). Patahan Lembang sekitar 22 km. Di bagian paling timur Jawa Barat ada Patahan Baribis melintasi Subang hingga Majalengka.

Untuk mengetahui pergerakan tanah di sesar tersebut telah dan akan dipasang stasiun GPS di Bosscha Lembang, Kampus ITB, Ciater, Gunung Cireme, Gunung Papandayan, dan Gunung Guntur. ”Dengan pemasangan stasiun GPS ini, dapat diketahui besaran gaya yang bersumber dari zona subduksi lempeng yang memengaruhi keseimbangan sesar-sesar ini,” tutur Hasanuddin.

Penelitian tersebut, ungkap Heri Andreas, seorang anggota KKG-ITB, menemukan adanya bagian ”terkunci” (locking) di sepanjang Sesar Lembang pada kedalaman 15 km-20 km di bawah permukaan tanah.

”Dengan mengetahui data kegempaan terakhir dan tingkat akumulasi energi, dapat diketahui pola deformasi yang terjadi. Untuk itu, diperlukan data GPS dalam kurun waktu yang panjang dan bersifat terus-menerus. Paling tidak perlu waktu lima tahun lagi untuk mengetahui hal itu,” lanjut Heri.

Patahan Lembang

Patahan Lembang yang berada di utara Lembang merupakan salah satu sesar yang menjadi obyek riset LIPI. Pada Kamis (22/10), Eko Yulianto, ahli gempa purba LIPI, bersama peneliti dari Pusat Riset Gempa Badan Survei Geologi Jepang dan tim dari JICA melakukan pengeboran di Lembang.

Pengeboran tanah sedalam 40 km di areal kompleks perumahan mewah di Lembang itu bertujuan menemukan ”rekam jejak” Sesar Lembang selama 40.000 tahun terakhir.

”Data kegempaan dan penelitian di Lembang sangatlah minim,” ujar Eko. Data dari penggalian selama 3-4 hari itu akan melengkapi hasil riset awal Patahan Lembang pada tahun 2008, termasuk membuat simulasi potensi gerakan tanah.

Pada tahun 2008 LIPI pernah menggali tanah di Lembang, tetapi hanya sedalam 3 meter. Hasilnya, diketahui jejak gerakan gempa 3.000 tahun terakhir. Selama itu telah terjadi tujuh kali pergerakan besar Sesar Lembang.

Misteri

Rekaman tersebut diketahui dari lapisan tanah bekas sagpond (areal rawa yang tercipta akibat pergerakan patahan). Namun, belum diketahui mekanisme pergerakan Patahan Lembang akibat lambannya laju pergerakan sesar, 2 milimeter-5 milimeter per tahun. ”Periode kegempaan di Patahan Lembang pun terbilang sangat lama, yaitu 400-700 tahun. Kondisi Patahan Lembang hampir mirip Patahan Opak,” kata Danny Hilman, pakar gempa LIPI.

Jadi tidaklah mengherankan jika tidak ada catatan sejarah yang menunjukkan keaktifan sesar yang membentang Manglayang-Parongpong, Lembang.

Menurut Eko, jika patahan sepanjang 22 km ini bergerak sekaligus, gempa yang dihasilkan bisa mencapai 6,7 skala Richter. Tentang potensi kegempaan ini, Danny menyebut skala 6,9 SR, sedangkan peneliti Jepang, Terriyuki Kato, memperkirakan 7 SR.

Gempa sebesar itu, tutur Eko, sangat berbahaya. Seperti Yogyakarta, struktur tanah di Lembang dan Bandung pun endapan muda, bekas danau purba. Tanah semacam ini belum terkonsolidasi sehingga dapat menimbulkan amplifikasi gelombang. Efeknya mirip bubur di mangkuk saat kita goyang. Gempanya telah berhenti, tetapi guncangannya masih terus terjadi.

Ancaman kelas dunia

Menurut Brian Atwater, paleoseismolog dari United States Geological Survey (USGS), ancaman bencana Patahan Lembang termasuk kategori kelas dunia karena patahan itu berada di dekat kawasan kota yang sangat padat. Hal yang jarang terjadi di dunia.

Di lokasi terlihat, di sekitar patahan itu telah berdiri banyak perumahan dan vila mewah. Kawasan Observatorium Bosscha yang menjadi warisan astronomi dunia juga dilintasi patahan ini.

Gede Suantika, peneliti Pusat Studi Vulkanologi dan Bencana Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, mengatakan, berdasarkan puluhan pengamatan terakhir, gempa di Patahan Lembang jumlahnya sedikit—sesekali dalam lima tahun.

Menurut dia, potensi ancaman gempa yang lebih besar justru muncul dari patahan Baribis di utara Subang. Sesar yang belum banyak dikaji ini tidak jarang menciptakan gempa skala sedang. Sesar ini secara imajiner juga tersambung dengan Patahan Cimandiri.

Isamu Kuboki, Koordinator Proyek Pengurangan Bahaya Multidisiplin Gempa dan Vulkanik di Indonesia, mengatakan, salah satu tantangan terbesar bagi Indonesia adalah menyosialisasikan potensi gempa dari patahan. Mengingat, kebanyakan di sekitar patahan di Indonesia, justru menjadi pusat ekonomi masyarakat. Salah satunya, di Lembang.

Sumber Kompas.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Topik Populer Bulan ini